1.
akulah kesunyian di jelang peraduanmu
yang memutar ulang ingatanmu
tayangan waktu usang, juga bayangan akan datang
tawa tangis, bermainmain dalam pasangsurut jiwamu
adakah yang lebih terpahat daripada aku, sunyimu
di antara jejakjejak mendansai bayangbayang ?
tiada jeda kuajari kau memunguti jejakjejak
mencatat mengumpul
tentang perkasa ayahmu, lemahlembut ibumu juga istrimu
sukses anakanakmu, sumringah cucucucumu
salam para kerabat sahabat
tapi kau selalu berusaha mengingkarinya
demi mimpimimpi demi bayangbayang
seperti ular melupakan kulit tapi tidak sarangnya
: pengalaman gagal mengguruimu
2.
akulah kesunyian di sela hantaman dentum musikberisik
yang menyusup pada kesendirian jiwamu
bersama udara di sekelilingmu, aku datang
membisikkan arah jalan menghindarkan jurang
hingga parauku karna risau menghalau jebakan jahanam
namun kautulikan hati
demi kepuasan hasrat telingamu
bukankah girang riangmu adalah bagian diriku
sepersekian helaan udara dari gelepar parumu?
: ada penasehat Hawa sebelum makan khuldi
3.
akulah kesunyian dalam kesemarakan
pawai para hedonis mengarakmu seolah raja
yang membusungkan dada mendongakkan dagumu
gemerlap gemilang sesungguhnya alam makam
yang senantiasa berhasil telak melapukkan matamu
dengan slogan hidup cuma sekali
kapan lagi akan kenyang menikmati
kotakota istanaistana
lemaklemak syahwatsyahwat
sebab kelak fatamorgana hanya sekeping nisan kusam
maka kuselipkan sebidang kacabenggala di saku nadimu
: lihatlah, alangkah indah tengkorak bermahkota permata
4.
akulah kesunyian bersemayam dalam batokkepalamu
yang saban detik kaucampuri bisa ularderik dan tarantula
liurmu berhulu racun, berhilir sihir dukun santet
mendesis maut menebar sengketa
seakan semesta milikmu saja
karna dalam batokkepalamu hanya ada setaji keji
kepada senjata dan segunung harta, jiwamu mengabdi
dengan ritual dusta, kaupungkiri matahari
tak ubahnya sekerat remah di perca, kausingkiri aku
: sampai kapan kau terus berkubang dalam kolamkuman
5.
akulah kesunyian dalam tiap tarikan ototmu
yang membetot jiwamu menggergaji imaji
menguras tetes keringat darah
sejak fajar menjumpa malam
di antara angkaangka, aku di sana
mencuri semangatmu dengan cambuk bumi
merampas rasamu dengan gilasan legam langit
tarikan ototmu meraih angka, melupa aku sejenak
di sisimu tergelak para peminum keringat darah
dalam cumbuan periperi
di temaram lampu langit
: menghitung untung menimbun tulangbelulang
6.
akulah kesunyian di balik retakretak telapak kakimu
yang melangkah kesanakemari menyimpan duri
tanpa sesekali singgah di penantianku
sekadar duduk minum madu
kesetiaanku bukan janji basabasi di hadapan penghulumu
bukan bualan iklan obatkuat sarirapat badanpadat
di depan pintu kamarmu aku menunggu
bersama labalaba, aku hendak menjaring sayapmu
tapi kau ingin menjadi kijang, mungkin cuma kelinci
lincah menelanjangi rerumputan hijau
sedang singa atau elang mengintai dagingmu
sebab ujung jalanmu adalah meja makan penghuni tanah
hingga sekujur kakimu dibelenggu bara ragu
diremuk jadi pupuk
: kau kira genggam dunia, justru badai kautuai
7.
akulah kesunyian di patah jarum arlojimu
yang tak’kan pernah lagi menggilir waktu
dan saat angkaangka sebatas kerangka
yang tak’kan sanggup diterka para sejarawan
tak’kan sempat dipeta pada lembar tanah
orangorangmu akan terceraiberai di seluruh penjuru angin
menelantarkan bangkaimu seperti onggok sampah jaman
karna kau tak lagi berguna bagi impian angan mereka
sungguh terlambat kaucari bayangku
yang terbang memetik sebersit bintang
jejakjejakku pun telah ditelan debu para penyerbu
sedang matamu ludes dilumat belatung laknat
maka beginilah akhir pesanku
: airmata tak’kan jadi jembatan antara aku dan letihmu
*******
gang jablay, 2007
No comments:
Post a Comment