Saturday, July 21, 2007

Geram Alam

masih kau pikir kami kelak akan gelak ?

kini duduk di kursi usai menebar janji di pematang kami
lalu laut melumat ujung sajadah
meluputkan tagihan orang asing
meski munir akhirnya martir

seribu janji tak henti kau tebar
sembari kau gerus kaki kami dengan tangantangan besimu
pincang kami mengais sisasisa senja, sampah musim kemarau

kemudian berdiri, kau mengibar sesobek bendera
karna tanah kami luluhlantak
melupakanmu pada janji kemarin
tapi mengingatmu untuk kembali menabur janji
sepertinya fajar akan menumbuhkan padi

sedang kau bermain beras bersama orang asing
hama justru menyerbu gubukgubuk
menuai hajat anakanak
wereng kehilangan mangsa karena padi berbuah beton
janjijanji dan amuk kemarau jadi makanan pokok kami

masih kau pikir kami kelak akan gelak ?

lalu kau berjalan sembari bergurau tentang musim poligami
membelakangi musim rodaroda rontok
dan nagaair membelit leher
menggigit kepala kami

manalah kau mampu lihat serta rasa sekarat kami
karna kau selalu tengadah
menghitung mendung berisi untung
berharap hujan menyirami pematang agar benihbenih janji tumbuh
bisa panen besarbesaran sehabis musim airmata

pematang kami mana bisa menumbuhkan benihbenih janjimu
karna kau telah menujahnujah tunasnya
dan membiarkan akarakar beringin menikam pematang
menyemburlah bertrilyun liter darah kotor
seperti laut
melumat, menelan, menenggelamkan bumi

maka janjijanji sunyimu menuju basi oleh cendawan candamu
karena rombongan ombak memboyongnya
mengarak gegap soraksorai bagai pawai dirgahayu
di bawah legam geram alam

dan kau terus menyanyi lagu pelangi alangkah indah
sedang telingamu telah tuli pada paduan elegi kami menimang malam

masih kau pikir kami kelak akan gelak ?

*******
gang jablay, pertengahan mei 2007

Akulah Kesunyianmu

1.
akulah kesunyian di jelang peraduanmu
yang memutar ulang ingatanmu
tayangan waktu usang, juga bayangan akan datang
tawa tangis, bermainmain dalam pasangsurut jiwamu

adakah yang lebih terpahat daripada aku, sunyimu
di antara jejakjejak mendansai bayangbayang ?

tiada jeda kuajari kau memunguti jejakjejak
mencatat mengumpul
tentang perkasa ayahmu, lemahlembut ibumu juga istrimu
sukses anakanakmu, sumringah cucucucumu
salam para kerabat sahabat

tapi kau selalu berusaha mengingkarinya
demi mimpimimpi demi bayangbayang
seperti ular melupakan kulit tapi tidak sarangnya

: pengalaman gagal mengguruimu

2.
akulah kesunyian di sela hantaman dentum musikberisik
yang menyusup pada kesendirian jiwamu

bersama udara di sekelilingmu, aku datang
membisikkan arah jalan menghindarkan jurang
hingga parauku karna risau menghalau jebakan jahanam
namun kautulikan hati
demi kepuasan hasrat telingamu

bukankah girang riangmu adalah bagian diriku
sepersekian helaan udara dari gelepar parumu?

: ada penasehat Hawa sebelum makan khuldi

3.
akulah kesunyian dalam kesemarakan
pawai para hedonis mengarakmu seolah raja
yang membusungkan dada mendongakkan dagumu

gemerlap gemilang sesungguhnya alam makam
yang senantiasa berhasil telak melapukkan matamu
dengan slogan hidup cuma sekali
kapan lagi akan kenyang menikmati
kotakota istanaistana
lemaklemak syahwatsyahwat
sebab kelak fatamorgana hanya sekeping nisan kusam

maka kuselipkan sebidang kacabenggala di saku nadimu
: lihatlah, alangkah indah tengkorak bermahkota permata


4.
akulah kesunyian bersemayam dalam batokkepalamu
yang saban detik kaucampuri bisa ularderik dan tarantula

liurmu berhulu racun, berhilir sihir dukun santet
mendesis maut menebar sengketa
seakan semesta milikmu saja
karna dalam batokkepalamu hanya ada setaji keji

kepada senjata dan segunung harta, jiwamu mengabdi
dengan ritual dusta, kaupungkiri matahari
tak ubahnya sekerat remah di perca, kausingkiri aku

: sampai kapan kau terus berkubang dalam kolamkuman

5.
akulah kesunyian dalam tiap tarikan ototmu
yang membetot jiwamu menggergaji imaji
menguras tetes keringat darah
sejak fajar menjumpa malam

di antara angkaangka, aku di sana
mencuri semangatmu dengan cambuk bumi
merampas rasamu dengan gilasan legam langit

tarikan ototmu meraih angka, melupa aku sejenak
di sisimu tergelak para peminum keringat darah
dalam cumbuan periperi
di temaram lampu langit

: menghitung untung menimbun tulangbelulang

6.
akulah kesunyian di balik retakretak telapak kakimu
yang melangkah kesanakemari menyimpan duri
tanpa sesekali singgah di penantianku
sekadar duduk minum madu

kesetiaanku bukan janji basabasi di hadapan penghulumu
bukan bualan iklan obatkuat sarirapat badanpadat

di depan pintu kamarmu aku menunggu
bersama labalaba, aku hendak menjaring sayapmu

tapi kau ingin menjadi kijang, mungkin cuma kelinci
lincah menelanjangi rerumputan hijau
sedang singa atau elang mengintai dagingmu
sebab ujung jalanmu adalah meja makan penghuni tanah
hingga sekujur kakimu dibelenggu bara ragu
diremuk jadi pupuk

: kau kira genggam dunia, justru badai kautuai

7.
akulah kesunyian di patah jarum arlojimu
yang tak’kan pernah lagi menggilir waktu
dan saat angkaangka sebatas kerangka
yang tak’kan sanggup diterka para sejarawan
tak’kan sempat dipeta pada lembar tanah

orangorangmu akan terceraiberai di seluruh penjuru angin
menelantarkan bangkaimu seperti onggok sampah jaman
karna kau tak lagi berguna bagi impian angan mereka

sungguh terlambat kaucari bayangku
yang terbang memetik sebersit bintang
jejakjejakku pun telah ditelan debu para penyerbu
sedang matamu ludes dilumat belatung laknat

maka beginilah akhir pesanku
: airmata tak’kan jadi jembatan antara aku dan letihmu

*******
gang jablay, 2007

Ketika Kau Memilih Pergi

“Di sini riuh batubatu menggerutu, langit tengah ricuh berbagi jarahan.”

Maka kau memilih pergi mengais serpihan pijarfajar, tanah menangisi langit sunyi, kebun kehilangan senyummu. Doadoa menerangi langitlegammu, fajar masih menggambar taman bermain anakanak tanpa nyamuk lalat kecoak, bapakbapak berkubang lendir bidadaribidadari di belakang daster rombeng istri dan anakanak gadis menjadi kupukupu di pestapesta di bilikbilik birahi. Rodaroda belum menggergaji jarak tanah merah sampai aroma aspal terus mengumbar keringat bulan. Kakimu terus menggerus waktu.

Jalan menuju matahari adalah duri belati. Pecahan beling mengintai telapak telanjangmu. Botolbotol tuak bikinan lokal dan impor berserakan. Bekicot dan siput enggan melintasi. Malam masih legam berselimut basah. Para peronda adalah srigalasrigala liar brutal lapar, mengalirkan liur pada tepitepi rimba kelam. Tikustikus got berkejaran dengan sepatusepatu bot dikerubut semutsemut. Kucingkucing buduk menjilati pantat anjinganjing kurap berseragam coklat muda. Burung bulbul terbang di atas makammakam tua di ujung kampung yang sedang mendongeng tentang hantuhantu, legenda para pahlawan, cerita leluhur, kitabkitab kusam. Kakimu belum jua letih mencari pijakan sebab tanah ini masih ditusuki sengketa para budakharta.

“Bilamana tiba di persinggahan?”

Fatamorgana silih berganti menggoda, menawarkan persinggahan penuh nazar dan gagak hitam; istana para penyamun melumat malam. Jangkrik memanggil hujan, mendung belum siap berkerudung. Kodokkodok mengolok langit. Kunangkunang sembunyi di balik moncong cecak. Kelebat kelelawar memainkan udara basah malam. Ah, andai udara bisa dimonopoli, mungkin tuhan akan gulung tikar. Tapi cerutucerutu baja mengepulkan metana karbondioksida di kaki awan menuju kerongkongan malam. Sesekali kau tengadah, meminta jawab atas timbunan mantera para penyihir di pinggir jalan.

Kioskios : brangkasgesek beku membentengi jalan. Para pedagang dijerat kawatduri aparat dan birokrat. Debudebu jalan tiarap di atapatap gedung jangkung, mengintip pahapaha putihmulus mengangkangi jalan. Masih tegar kakimu mencetak jejak; jejakjejak memudar dalam selimut halimun. Bulan kian semarak dengan jubah kelam bergegap gemintang. Fajar sedang mendengkur di balik gubukgubuk petani sayur tapi kau tak menolehnya.

“Perjalananku bukan perjalananmu.”

Maka kau memilih jalanmu; bukan jalan siapasiapa atau warisan nenekmoyang. Sampai saat ini, di sini, kakimu tak hentikan gerak menuju matahari di timur sana. Ah, andai matahari masih setia membagi sedikit fajar di timur sana.

*******
gang jablay, 2007

Peta Harta Karun

sebidang peta terbentang di telapak tanganmu
: jalanjalan menuju gudang hartakarun warisan leluhur

*******
gang jablay, 2007

Peta Langkah

telah tercetak peta di telapak kakimu
tapi selalu kau menyimpang menyesat

*******
gang jablay, 2007

Lautan Lumpur

fajar bangkit di antara gununggunung tanah
berkumur di lautan lumpur
mencebur, mandi gebyargebyur
tubuh bugilnya berlumur lumpur

lalu bangkit, berjemur
mematut di permukaan lautan lumpur
tanpa malu kemilaunya luntur

lautan lumpur memantul fajar
kilangkilang minyak, kapalkapal tangker
perahuperahu usai menjaring bulan gemintang
membawanya pulang
untuk keluarga dan kawan sendiri

gang jablay, 2007

Darah Lumpur

Darah Lumpur

satu keluarga ditimpa sepur tergelincir
karena rel licin, berlumur air
luka parah babakbelur
bahkan kaki seorang anak nyaris hancur

orangorang segera menolong
membawa ke puskesmas terdekat
takut mati kehabisan darah
tapi puskesmas ditelan lumpur
lalu ke rumahsakit

rumahsakit dirubung pengantar
tapi resepsionis sibuk ngurus ponsel
mengirim SMS untuk calonbintang
syukursyukur dapat hadiah
lumayan, lebih dua bulan gaji

“ini lagi gawat, suster!”
orangorang menggebrak meja
resepsionis terkejut, takut
rombongan satpam menyambut
demi ketertiban dan keamanan
dua orang ditahan satpam, dilaporkan ke polsek
orang polsek datang, menciduk dua orang
untuk diamankan dan dimintai keterangan
tentu saja harus opname di markas polsek

“di sini sudah banyak pasien seperti itu
belum juga bisa ditangani
karena dokterdokter sedang rapat
juga seminar kesehatan di pusat,”
ujar seorang resepsionis

“ini lagi darurat, suster!
kami siap bayar berapa pun!”

omongomong ngalorngidul ngulonngetan
akhirnya resepsionis menerima
begitulah uang menjembatani

“korbankorban butuh suntikkan darah,”
kata pihak rumahsakit
mereka pasang badan, siap donor darah
masingmasing masuk ke ruang sedot darah

meski lemas mereka tersenyum
niat luhur tersimpan di kantongkantong darah
masingmasing pun menenggak larutan tambah darah

pengobatan segera dibuat
cuma ada perawatperawat
apa boleh buat
keadaan darurat
korban harus selamat
kalau telat, gawat
nafasnafas lewat
tamat

“keluarga itu tidak bisa menerima darah
sebab golongan darahnya berbeda dengan kita,”
kata jurubicara perawat
para pendonor heran campur kecewa

“darah korbankorban bergolongan lumpur,”
ujar jurubicara dokter sambil ngeloyor

gang jablay, 2007

Airmata Lumpur

Airmata Lumpur

1)
matamata kehabisan air
dihisap pipapipa hingga hilir

matamata tersingkir, terusir
tinggal lumpurlumpur, deras mengalir

2)
matamata lain tanpa air
berisi angka sejak lahir
bertaring runcing berhati vampir
melihat lumpur, masih saja cengarcengir
surgadunia terlanjur menyihir

“para fakir nan pandir saatnya afkir!”

3)
matalangit matabumi, sudilah mampir

ratapan lumpur kian membanjir
matamata lain tetap cengarcengir

matalangit matabumi, sudilah mampir
dalam badai dalam petir


gang jablay, 2007

Nasi Lumpur

Nasi Lumpur

#1
pagi itu ibu memasak bubur
airmatanya terus mengucur
pijakabasah terguyur

ayah masih seru mendengkur
seakan menggerutu harihari nganggur
aku dan saudaraku pun masih tidur
entah sampai kapan kami libur

#2
pagi itu airmata ibu meluncur
masuk bubur
melebur

ayah, aku, saudaraku bangun tidur
mencuci muka dengan lumpur
melupa jatah nasiselalubasi, kemarin dikubur

#3
di meja sarapan pagi siap gempur
bubur lumpur
bukan bulgur
tanpa sayur

gang jablay, 2007

Ziarah Lumpur

Ziarah Lumpur

#1
bawalah uang logam, mawar, kenanga, aroma parfum
beraduk airmata dalam toples bening
berdzikirlah sejak kaki melangkah
biar jejakjejaknya membuat jalan pulang
bagi kenangan yang tertinggal

sekarang saatnya ziarah lumpur
ziarah atas kematian hidup luhur

#2
mari naiki sulursulur baja
tetap berdzikir sampai ujung kaki berhenti
agar doadoa tidak terperosok dalam lumpur
biar doadoa menerbangkan jiwa
ke tanggatangga nada irama duka masa
dalam pelukan damai tentram

sekarang saatnya ziarah lumpur
melarung lukaluka berminyak maki
mengangkat keluhuran yang terpaksa terkubur
sejak serakah dan pongah bersenggama di atas nisan leluhur


gang jablay, 2007

Saturday, June 2, 2007